Rumah ? Setidaknya 6 bulan lebih kuganti dengan nama kost. Kurang lebih kulupa rupanya hampir setengah dekade ini. Kini, kusapa ia dengan tatapan kosong penuh cerita. Cerita tentang penggantinya selama ini, tentang teman baruku di sana, tentang harapan baruku di sana. Namun terkaget dengan pertanyaan pertama dari rumah, mengapa aku di sana ? Spontan jawaban penuh semangat 'Kuliah lah'. Tak putus ia kembali bertanya, 'Untuk apa kuliah ? Kenapa harus kuliah ? Kenapa harus tinggalkan rumah ? Kenapa harus jauh ? Kenapa ?' Memang pertanyaan awam, namun saat mau kujawab rasanya tersadar satu sisiku tentang sejumlah pertanyaan itu. Apakah ia saking kangennya denganku, atau memang dari awal tak pernah kulakukan semua keinginannya sejak di sana. Ketika masih merasakan rumah, banyak cerita kosong yang kualami. Ketika pergi tinggalkan rumah kuisi dengan cerita baru penuh kekosongan. Kekosongan tentang pertempuran dengan kertas, dengan teman, dengan 'Sahabat', bahkan dengan orang tuaku. Semuanya toh pantas menjadi sebuah kekosongan, karena tanpa bukti apa-apa yang kusampaikan pada rumah. Bukti dalam secarik kertas kusapa nilai, bukti dalam teman dan 'Sahabat' tak mampu kubawa pulang, namun bukti dengan kekosongan cerita banyak yang kubawa pulang. Benar kata rumah, seharusnya aku tak harus di sana. Karena cerita penuh isi akan kubuat di dekat rumah karena banyak saksi tentang ceritaku nanti. Oh rumah maafkan aku tentang cerita kekosongan ini, namun apalah daya tak mampu kubertarung dengan penguasa daerah ku sendiri. Malah penjajah bathin baru yang lebih banyak menyerang daerah ku kini. Yang dulunya gadis desa bertutup indahnya putih di sekeliling wajahnya, kini tersapa hitam mengembang mengotori tubuhnya. Yang dulunya penuh dengan sapaan Khalik, kini tertunda karena pekerjaan nan baru. Tertulis hijau di lapangan coklatku. Laksana petir si siang bolong ku tersandar, kenapa aku meninggalkanmu rumah ? Tersabet sebuah tangan dengan tamparan keras ke otakku, menusuk pedih dengan ribuan pedang dalam bathinku. Kau tak terima dengan keadaan ini ? Kau tak sudi ? Siapa kau yang berani meminta semua seperti kehendakmu. Oh, kau siapa ? Siapa ? Pertanyaan siapa ini, kututup telinga seraya teriakkan aku kenapa ?
Lama pertanyaan itu terbenam di otakku hingga ku kembali ke sana. Aku terpuruk dalam sebuah jurang kehampaan tanpa tujuan. Hingga tersandar sebuah kertas putih dalam kamar bertuliskan impian seorang pemuda. Kenapa ini tak ada di rumah, kenapa hanya ada di kamar kost yang sekedar pengganti rumah ini. Kenapa hanya di tempat ku untuk sendiri ini ? Kenapa tak di rumah, biar bisa kubanggakan kepada kedua adikku. Kenapa ? Ketika kubuka lembaran putih itu, ternyata itu rangkaian impianku. Bukan adekku, rumahku, bahkan orang tuaku.' Namun aku di tempatku, kesendirianku, cita-citaku. Selamat pagi padamu Dede Nofrianda, sekilas cerita tentang hidupmu nan baru. Kusampaikan dengan kata-kata yang tak bernilai, dengan perasaan hati nan berharga.
|